Bermimpilah dik


Pict by: Desa Binaan BEM BSI

bembsi.org - Flashback, mengenang masa lalu. Tentang sebuah cerita yang disajikan dengan hangat kedalam kertas kosong, bertuliskan kata-kata sederhana yang berharap mengandung banyak makna. Tangan mungil itu masih saja sibuk memainkan keyboard bergambar doraemon pada handphone miliknya. Handphone yang berumur kurang lebih satu tahun tiga bulan dua hari yang ia beli saat pertama kali mendapatkan gaji pertama sebagai karyawan swasta.
            Gadis berjilbab sederhana itu sebut saja rain. Dengan tinggi tubuhnya sekitar 160 centimeter, dan berat badan 55 kilogram. Ia masih terus sibuk memantau layar handphone yang sedari tadi ramai oleh grup-grup miliknya. Sembari terus menunggu kabar yang membuat ia nyaris tak bisa tidur tiga hari tiga malam, ia langsung saja membuka koper merah yang letaknya tidak jauh dengan rain. Lemari berukuran sedang yang terbuat dari kayu jati ia buka. Tangan kanannya sibuk memindahkan baju-baju yang akan ia masukan kedalam koper merah miliknya. Dan tangan kirinya sibuk mencoret list peralatan yang akan ia bawa.
            4 N-O-V-E-M-B-E-R 2014
Kisah bersejarah pun dimulai. Dengan sigap rain mulai menenteng koper merah miliknya. Koper yang akan menemaninya selama satu bulan dalam perjalanan yang begitu berkesan, perjalanan yang pertama kalinya rain lakukan selama ini. Rain adalah salah satu mahasiswa semester awal di universitas swasta kota bekasi.

“Hallo mah, mah rain mau berangkat nih. Mau nitip oleh-oleh apa.” Percakapan yang terjadi antara rain dengan ibunya melalui telepon genggam.

“rain, kamu tuh baru mau berangkat. Pulang aja masih lama” celetuk ibu rain.

“hehehehe rain lupa”

“Rain ayoooooooooooooooo!!! Kereta sebentar lagi berangkat” teriak arin dari jauh, arin adalah sahabat rain yang sama-sama akan memulai perjalanan dengan rain.

“mah rain berangkat ya, mama hati-hati dan jaga kesehatan. Assalamualaikum” telepon pun berakhir, rain segera lari menemui tiga orang teman yang sudah menunggu rain sedari tadi. Ada arin, nandito, dan juga andre.
            Jam ditangan tengah menunjuk pada angka 14.00 wib, tepat siang itu rain dan teman-temannya telah berada didalam gerbong kereta KA bengawan jurusan pasar senen – lempuyangan. Tujuan rain dan teman-temannya adalah kota Yogyakarta, Kretek Bantul untuk memulai cerita dengan singkat selama 30 hari. Tas-tas besar dan koper milik mereka mulai tersimpan rapih diatas rangkaian besi yang berada dikereta. Andre dan nandito duduk sedikit jauh dengan rain dan arin. Sedangkan arin dan rain duduk bersebelahan dengan dua keluarga kecil yang membawa anak-anaknya.
            Keramaian yang terjadi didalam kereta pun dimulai saat pertama kali kereta meniupkan peluitnya sebagai tanda bahwa kereta akan segera melesat pergi meninggalkan stasiun awal. Keramaian akibat mesin-mesin dan obroln-obrolan hangat yang terjadi didalam kereta.
            Rain hanya asik memandang jendela kereta, menyaksikan kota demi kota akhirnya ia tinggalkan. Stasiun demi stasiun mulai terlampaui, perlahan kereta pun menjauh dari kota dengan sejuta polusi dan kesibukan. Ketenangan mulai terasa, kesejukan mulai merasuk kedalam jiwa saat kereta mulai memasuki stasiun brebes. Dimana banyak sekali sawah berhektar-hektar yang menghiasi pemandangan kota tersebut.
            “ada yang hampir kita lupakan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Syukur kepadaNya. Tentang keindahan dan ketenangan yang ia berikan kedalam jiwa. Tentang alam yang indah. Tentang langit yang begitu luas tanpa ada tiang-tiang yang menopangnya. Ciptaan yang begitu sempurna, tanpa ada cacat didalamnya. Hanya ada tangis bahagia ketika kita sadar, bahwa dunia ini hanya titik dari indahnya Syurga. maka bersyukurlah untuk bahagia yang tak pernah bisa diungkapkan”
            Fotret alam pun rain abadikan dengan kamera kecil miliknya, rain hanya tersenyum ketika menyaksikan semua keindahan alam yang tersaji secara gratis ini. Senja mulai menguning, burung berterbangan memainkan melodi-melodi indah dengan kicauan-kicauannya, bersaut dengan burung-burung yang lain, para petani mulai merapihkan cangkul-cangkul miliknya. Bergegas pergi meninggalkan aktivitas.
            Bumi mulai gelap, hiasan lampu-lampu sederhana berjajar rapi disetiap sudut kota dan desa. Suara kodok dan jangkrik tak terdengar akibat mesin kereta yang nyaris membuat pendengaran rain bising dibuatnya.
            Pukul 21.31 Wib, kereta siap berhenti distasiun lempuyanagan. Tujuan dari segala harapan dan cita-cita yang rain genggam dari keberangkatannya dikota asal, ada yang hendak ia ekspresikan selama satu bulan nanti, yaitu sebuah perubahan kecil yang berharap akan merubah sesuatu yang besar.
            Tas dan koper perlahan mulai diturunkan satu persatu oleh andre, andre adalah salah satu penanggung jawab dalam perjalanan selama satu bulan kedepan. Langkah kaki mulai turun, meninggalkan tempat duduk yang nyaris tak menyisakan apapun. Keluar dan kemudian memandang indah tulisan megah yang terhias oleh cahaya lampu “Selamat Datang di Kota Yogyakarta”.
           
E-K-S-P-E-D-I-S-I 27 D-E-S-A P-E-S-I-S-I-R
Rain dan ketiga kawannya tadi adalah salah satu dari sekian puluh para mahasiswa yang bergabung kedalam kegiatan yang diadakan oleh kampus miliknya. Kegiatan mengabdi disekolah-sekolah pesisir selama satu bulan lamanya. Kegiatan yang akan mengajarkan banyak hal kepada rain. Mengajarkan arti berbagi, arti memberi dan arti saling melengkapi. Rain terpilih menjadi salah satu mahasiswa yang akan mengajar disekolah pesisir daerah Yogyakarta, tepatnya dikota kretek bantul.
Hari dimulai, dengan bekal yang tidak terlalu memadai, rain dan teman-temannya tetap berusaha memberikan yang terbaik. Maklum saja, mereka bukan berasal dari jurusan khusus untuk menjadi guru, jadi tentu saja cara mengajar mereka akan sedikit berbeda dengan mahasiswa yang pada dasarnya terlahir sebagai sarjana pendidikan.
Almamater kebanggan mulai rain gunakan, kerudung sederhana mulai ia rapihkan, dengan celana hitam berbahan katun yang ia gunakan, ia siap melangkah maju untuk memulai hari bersama anak-anak sekolah desa pesisir.
Pagi yang begitu indah, hijau gunung terlihat begitu jelas, ramainya bangku sekolah dasar oleh anak-anak yang berusia 7 sampai dengan 12 tahun. Langkah kaki rain mulai tertuju pada satu kelas, yaitu kelas III sekolah dasar yang menjadi tempatnya bertugas untuk satu bulan kedepan. Dan rekan-rekan rain yang lainnya menjalankan tugas yang sama dikelas yang berbeda. Gemetar kaki rain melangkah, saat semangat anak-anak membuat rain nyaris berlutut menangis.

“Selamat pagi adik-adik yang cantik dan ganteng” teriak merdu rain di depan ruang kelas III.

“Pagi kakak” sambut hangat dari mereka bocah-bocah kecil yang begitu semangat memulai hari demi hari.
            Perkenalan pun dimulai, rain mulai mempresentasikan dirinya kepada adik-adik kelas dengan gaya bahasa sederhana yang membuat murid kelas III nyaris terhipnotis oleh rain. Berbagai permainan rain berikan untuk mengawali hari pertama mereka. Hari dimana semua terkenang begitu mendalam didalam kepala anak-anak murid kelas III sekolah dasar.
            Sesekali rain menyelipkan berbagai motivasi dari permainan yang rain beri, yang membuat semua anak-anak murid dikelas tersebut membuat berbagai mimpi. Mimpi-mimpi yang akan menjadikan mereka besar. Mimpi-mimpi yang akan membawa mereka kedalam kehidupan yang sesungguhnya. Mimpi-mimpi yang mereka tulis kedalam satu kertas yang rain ajarkan kepada mereka dengan kata “DREAMS BOOK”.
            Satu persatu mereka mulai menulis satu persatu mimpi, mimpi yang nyaris membuat rain menangis. Mimpi yang indah, yang tertulis dari tangan-tangan tak berdosa, dari tangan-tangan mungil yang mengharapkan keadilan dari negeri ini. Keadilan untuk mereka yang hidup diplosok kota, yang jauh dari telepon genggam, yang jauh dari globalisasi yang sekarang nyaris membuat anak-anak seumuran mereka dikota sana sibuk memainkan gadget. Hey, lihat anak-anak ini. Mereka asik menuliskan berjuta mimpi diatas kertas yang hampir sobek akibat hujan yang mengguyur beberapa hari lalu. Hujan yang membuat atap sekolah mereka bocoh.
           
“kakak, aku bercita-cita ingin menjadi dokter boleh tidak kak?” celetuk salah satu murid berumur 8 tahun bernama asiyah.

boleh sekali sayang, kamu tulis semua cita-citamu apapun itu ya” jawab rain dengan bola mata yang berkaca-kaca.
            “bagiku, mimpi adalah jembatan hangat yang Tuhan berikan untuk semua hambaNya. Mimpi yang masih bisa diciptakan oleh siapapun, kalangan apapun, tak memandang jabatan dan ekonomi. Mereka, adik-adik kecil dengan sejuta semangat dan sejuta mimpi begitu banyak mengajariku arti bersyukur yang sesungguhnya. Bagaimana mungkin mereka tak mengeluh dengan fasilitas sekolah yang seadanya ini. Sedangkan diluar sana, banyak mereka yang membuang waktu dan mengabaikan fasilitas pendidikan yang jauh lebih baik.
            Mimpi itu, jembatan indah yang diciptakan oleh semua anak-anak muridku disini. Mimpi yang membuat mereka semangat pergi kesekolah. Mimpi yang mereka jadikan tombak sebagai alat menuju masa depan.
            Bermimpilah dik, kau akan sampai pada mimpimu”
            Ada yang berteriak dan bertanya setelah menuliskan mimpi-mimpi diatas kertas miliknya. Sebut dia dengan dena, murid laki-laki berumur 8 tahun yang memiliki saudara kembar yang kini duduk disampingnya.
“kak, kalau sudah buat mimpi. Apa yang harus aku lakukan buat wujudin mimpi ini” pertanyaan polos dari dena. Dengan nada yang begitu lembut rain menjawab ;
“dengarkan apa kata kakak ini ya, setelah kalian menulis semua mimpi ini. Kakak mau kalian memasang mimpi-mimpi kalian ditembok kamar kalian. Baca setiap hari setiap kalian ingin pergi kesekolah dan kemana pun. Dan jangan lupa berdoa, agar Tuhan mengabulkan dan mewujudkan mimpi-mimpi kalian. Jangan lupa belajar dengan tekun dan ulet ya. Mudah bukan?.” Jelas rain kepada murid-murid kelas, dan mereka bersorak gembira atas penjelasan mudah yang rain jelaskan kepada mereka. Karena hal tersebut menurut mereka adalah hal yang mudah dilakukan, sehingga mereka siap untuk mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

***
Hari terus berlalu, semua yang terbaik telah rain berikan kepada mereka. Hingga akhirnya tak terasa waktu pun berakhir. Pengabdian di desa kretek bantul yogyakarta telah berakhir. 30 hari berlalu begitu cepat. Berlalu dan terlewati dengan banyak sekali aktivitas yang rain, arin, nandito dan andre berikan untuk pendidikan di desa kretek. Rasa cinta dan kasih tumbuh dihati mereka, murid-murid yang pernah rain ajarkan tentang mimpi, tentang bagaimana cara mewujudkan mimpi tersebut, tentang alam, tentang Tuhan, tentang semua yang ada dibumi. Dan mereka mulai mencintai rain layaknya kepada seorang kakak yang tak pernah bosan mengajarkan adik-adiknya.
Hari terakhir mengajar, lebih kepada perpisahan. Hari ini sekolah membebeaskan kita mahasiswa untuk memberikan acara-acara yang sudah kita persiapkan sejak awal. Tepat pukul 12.30 wib, setelah sholat dzuhur, rain mulai memasuki ruang kelas III. Ruangan yang dulu begitu ramai dan ceria kini menjadi hening, dan sunyi. Hanya ada isak tangis yang terdengar dari murid-murid yang telah tahu bahwa hari ini rain akan kembali pulang ke kotanya. Dari keheningan tersebut, rain kembali meminta kepada murid-murid untuk menuliskan lagi mimpi-mimpi barunya, mimpi-mimpi yang akan membuat mereka menjadi pribadi yang luar biasa dikemudian hari.
“bermimpilah sesukamu” terngiang kata sederhana dibenak murid-murid yang kini sibuk menulis mimpi mereka dengan tulisan-tulisan yang dibuat seindah mungkin, nyaris tak percaya; saat perlahan rain membaca mimpi-mimpi mereka, mimpi-mimpi mereka telah berubah setelah satu bulan rain mengabdi sebagai guru di sekolah pesisir ini.
“aku ingin seperti kak rain. Sekolah di kota, pakai seragam dari kampus, dan menjadi guru yang menyenangkan”
“aku ingin seperti kak rain, yang selalu menyuruhku semangat belajar, dan selalu mengajarkanku tentang indahnya bermimpi”
“aku ingin seperti kak rain, setiap lihat kak rain, aku semangat”
“aku ingin seperti kak rain, yang nanti akan mengajar di kota orang lain”
“aku ingin seperti kak rain, yang selalu ceria, lucu, cantik dan terus memakai jilbab cantiknya”
Mimpi-mimpi yang mereka tulis membuat rain terdiam dan menangis, memeluk satu persatu dari mereka. Memberikan sejuta semangat untuk mereka, memberikan isyarat kepada mereka bahwa kelak mereka harus menyusul rain kekota besar, ibu kota jakarta. Sesuai mimpi mereka.

“memberi tak harus dengan materi, semangat yang kau beri akan berdampak besar terhadap siapapun yang menerimanya. Memberi tak harus dengan materi, kau tersenyum ikhlas pun akan membuat pengaruh besar terhadap jiwa seseorang. Memberi tak harus memiliki segalanya, apa yang kau punya. Berikan. Kau punya semangat, kau punya cerita indah dan kau punya Tuhan yang akan tetap mencukupimu untuk tetap memberi”
“Tuhan akan memberikan hasil terbaik jika kau melakukan sesuatu dengan usaha maximal dan doa”
“hargai waktu yang ada, Kau akan menuai hasil yang indah walau tercipta dari kata-kata sederhana”
“bersyukurlah, maka dengan bersyukur Tuhan akan terus menambah nikmatmu”
“bermimpilah setinggi-tingginya, karena saat kau terjaut. Kau terjauh diantara bintang-bintang”.

Sejuta rindu untuk murid-muridku di desa kretek bantul Yogyakarta.

Oleh :

Riana Ratno Juwita
AMIK BSI Bekasi 

Salah satu karya dari Kategori 30 Terbaik
 
 
 

Related Posts :